Orang Indonesia Yang Gampang Keblinger dengan KPK
http://politik.kompasiana.comOPINI | 27 June 2012 | 12:21
Cara orang kebanyakan Indonesia (saya tidak mengatakan semuanya) mengambil keputusan itu ternyata betul-betul banyak ditentukan oleh berita yang mereka konsumsi. Padahal, tahu kan? Yang namanya berita itu bukan fakta, tapi disuguhkan setelah dipilah, dipilih oleh redaksi atau oleh pelaku politik. Istilah kerennya, “agenda setting”. Tujuannya apa? Ya tentu supaya orang yang menyerap berita itu percaya dan mengambil tindakan seperti yang mereka (redaksi, politisi) inginkan tanpa harus disuruh. Cerdas ya? Jika orang kebanyakan Indonesia ini memang tidak tahu tentang ini ya terpaksa saya mengatakan bahwa berarti mereka ini betul-betul menjadi pecundang informasi. Jangankan mereka, sebagian politisi pun susah memahami politik elementer ini.
Yang mutakhir itu ya soal saweran untuk gedung KPK itu, “koin untuk KPK”, apapun istilahnya lah. KPK ini kan kerjanya bobrok. Dari sekian milyar yang digelontorkan dari APBN untuk kerja KPK, nyatanya kerjanya seperti siput alias lelet lemot letoy. Komisioner di KPK tidak pernah kompak sejak awal dibentuk. Abraham Samad didukung Adnan Pandu dan Zulkarnain karena berani ambil sikap tegas, sementara dua komisioner lain mengambil sikap melindungi koruptor.
Tuduhan banyak kalangan soal Bambang sebagai antek pengurus pusat Golkar sampai sekarang masih belum dibantah oleh Bambang sendiri (dia hanya tersenyum ditanya soal itu). Kasus wisma PON yang melibatkan Rusli Zainal (gubernur Riau yang kader Golkar), dugaan korupsi Mekeng cs dalam kasus banggar DPR yang dilontarkan Wa Ode, tidak pernah diseriusi oleh KPK di meja mereka. Gampang analisisnya, karena ada Bambang yang akan memveto tiap kali para komisioner itu rapat penyidikan. Apa itu jika tidak disebut antek Golkar?
Begitu juga dengan Busyro. Busyro tidak lebih dari pecundang yang merasa dirinya paling benar. Busyro mendudukkan dirinya sebagai pelindung koruptor yang menyangkut politisi Demokrat. Abraham bahkan pernah kesal dan gebrak meja karena “ndableg”-nya Busyro yang selalu berputar-putar cari alasan setiap kali KPK akan memeriksa Anas dan Menpora.
Wajar jika kasus Hambalang yang menyangkut tokoh kunci Demokrat ini molor terus dan kita akan dibuat lelah oleh kelakukan Busyro. Apa itu namanya jika bukan penjilat kekuasaan? Yang lebih parah lagi, disinyalir sebenarnya Busyro ini tidak pantas duduk dalam KPK yang baru ini karena tidak lolos seleksi oleh pansel KPK yang diketuai Patrialis Akbar, Menhukham saat itu. Busyro yang bukan berlatang belakang anti-korupsi ini sama sekali jauh di bawah standar penilaian. Kalah jauh dibanding Abraham Samad yang lebih junior.
Wajar saja jika gebrakan dia sebagai ketua KPK dibilang cuma cari sensasi, obral komentar murahan soal partai politik, dan terasa sekali tidak punya tauhid politik. Nah sekarang orang-orang terperdaya oleh cerita tentang KPK yang mau ini itu tapi semuanya enol besar. Agar KPK tidak makin kehilangan muka, erosi legitimasi, maka dibuatlah isu tentang gedung KPK yang tidak disetujui DPR agar masyarakat yang asal telan berita tadi itu mau rame-rame nyumbang buat KPK. Apalagi watak orang Indonesia ini kan paling suka kalau bikin sensasi dan seakan-akan sudah berbuat hebat untuk negaranya. Akhirnya, dimana-mana sekarang ini banyak “pengemis” di jalanan alasannya untuk saweran gedung KPK. Klop sudah! KPK kerjanya buruk, penuh dengan manipulasi dan intrik, bertemu dengan hasrat masyarakat yang kurang cerdas menyerap berita dan suka sensasi. Akhirnya kita akan lupa dengan kerja KPK yang sesungguhnya.